“Hendaklah kalian berlaku
jujur, karena kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan
menunjukkan kepada jalan menuju syurga”. (HR Bukhari). Kejujuran adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh setiap individu manusia. Kejujuran adalah modal dasar menuju
kebaikan, baik di dunia maupun akhirat. Kejujuran juga adalah syarat mutlak
yang dimiliki oleh seorang Nabi maupun Rasul Allah. Allah SWT mengutus Baginda
Rasul Muhammad SAW memiliki sosok
tauladan yang selalu dikenang sepanjang masa, yaitu tauladan akan sifat
kejujuran beliau, sehingga beliau diberi gelar “Al Amin” yaitu orang yang dapat
dipercaya. Islam juga menjunjung tinggi kejujuran. Dalam Islam, jujur menjadi
syarat mutlak seorang Nabi dan Rasul. Orang yang berlaku jujur
dalam Al Qur’an akan disandingkan dengan para Nabi, orang-orang yang mati
syahid dan orang yang sholeh.
Berkenaan dengan karakter,
Pendidikan yang melibatkan karakter di Negara Indonesia pada umumnya lebih banyak
bersifat “knowing” saja, tanpa melibatkan siswa secara nyata dalam
pengalaman hidup mereka. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pembelajaran agama,
PPKn, IPS dan sebagainya yang justru tidak menjamin seseorang tersebut menjadi
anak yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Edward Wyne (1991) dalam Ratna
Megawangi menyatakan bahwa 95% kita semua tahu mana perbuatan yang baik dan
buruk. Masalahnya adalah kita tidak mempunyai keinginan kuat, atau mempunyai
komitmen untuk melakukannya dalam tindakan yang nyata. Artinya adalah, kita
sudah banyak diberi pengetahuan mengenai akhlak yang baik, namun ketika
dihadapkan pada kehidupan yang nyata, seringkali perbuatan kita belum
menunjukkan akhlak yang bermoral.
Sebagaimana yang
diungkapkan Ratna Megawangi dalam bukunya Pendidikan Karakter lebih
menegaskan bahwa salah satu contoh konkrit adanya gap antara aspek kognitif (knowing)
siswa dan perilaku siswa adalah perilaku kecurangan. Sering kita mendengar
karena ingin menjadi juara kelas atau memperoleh nilai yang tinggi, beberapa
siswa melakukan kecurangan saat mengerjakan tugas-tugas, ujian, atau ulangan
yang diadakan di sekolah. Dengan berbagai cara agar tidak terpantau oleh
gurunya, mereka membawa contekannya ketika ujian sedang berlangsung,. Anehnya,
seperti yang dilaporkan dalam Current Health (dalam Megawangi) menyatakan bahwa
hampir 50% siswa menganggap bahwa perbuatan curang atau tidak jujur tersebut adalah
suatu hal yang biasa, baik dilakukan oleh siswa pandai maupun siswa yang tidak
pandai, hal tersebut adalah suatu perbuatan yang tidak jujur, dan secara moral
tidak dapat diterima. Orang yang berkarakter jujur adalah orang yang konsisten
antara pikiran dan tindakannya. Hal ini
sesuai dengan kajian Godfrey dan Waugh tentang rendahnya hubungan antara moral
pada tingkat pengetahuan (kognitif) dengan moral pada tingkat perbuatan
(tindakan). Maksudnya adalah, ketika ia tahu bahwa perbuatan itu salah, namun
tindakannya justru membenarkan hal itu.
William Kilpatrick (dalam
Megawangi) menegaskan bahwa penyebab ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku
baik, walaupun secara kognitif ia mengetahuinya adalah karena ia tidak terlatih
untuk melakukan kebajikan atau perbuatan-perbuatan bermoral (moral action).
Dalam pendidikan karakter sering kita mendengar, bahwa membangun karakter
melalui habit atau pembiasaan. Seseorang yang sudah terbiasa sarapan pagi pukul
06.00 wib, akan merasa tidak enak kalau ia tidak sarapan walaupun hanya satu
hari saja. Demikian pula dengan kebiasaan buruk, apabila seseorang yang sudah
terbiasa berkata bohong ia akan merasa tidak bersalah dalam melakukannya.
Begitu pula dengan suatu kebiasaan baik,
jika ia sudah terbiasa mengerjakan tugas-tugasnya sendiri dengan jujur, kalau sudah menjadi habit, otomatis
akan membuat seseorang akan melakukan kebiasaan baik tersebut secara terus
menerus.
Sekolah sebagai sarana
tempat menggali ilmu dan mendidik anak menjadi manusia yang mampu membangun
bangsanya memiliki cara tersendiri dalam membekali para siswa untuk memiliki
karakter jujur ini. Setiap sekolah tentu telah mempunyai visi dan misinya
masing-masing sesuai dengan kewenangan dan ruang lingkupnya tersendiri. Khusus
bagi sekolah yang berada di bawah naungan panji keislaman, Sekolah Islam
Terpadu adalah sekolah yang memandang penting membangun karakter siswa melalui
penanaman sikap jujur ini. Berlandaskan Al Qur’an dan sunah Nabi, maka perlu di
pikirkan strategi apa yang sesuai bisa diterapkan kepada siswa agar karakter
jujur ini tertanam di hati mereka.
Dalam rangka mendidik dan
membangun kebiasaan baik tersebut terutama kebiasaan berlaku jujur, Sekolah Dasar
Islam Terpadu Al Ittihad telah menerapkan program kartu cerdas dalam memantau
karakter jujur siswa-siswanya. Peran guru kelas dan orang tua sangat besar
dalam upaya mensukseskan program Implementasi kartu cerdas ini Kartu cerdas terdiri dari kartu hijau
inventaris kebaikan dan prestasi, kartu kuning sebagai peringatan awal tindakan
kedisiplinan dan kartu merah sebagai tindakan akhir kedisiplinan yang perlu ditindak
lanjuti. Ketiga macam kartu ini dibagikan secara merata kepada masing-masing siswa
di kelas dan sebagai penanggung jawabnya adalah guru kelasnya sendiri. Peran keterlibatan
dan kerjasama yang kuat dengan orang tua juga ditingkatkan, yaitu melalui
pemanggilan orang tua apabila siswa melakukan pelanggaran berat yang
dituliskannya sendiri pada kartu merah, bahkan dengan dikenai sanksi berupa
denda. Dan sebaliknya, apabila siswa banyak melakukan kebaikan seperti Qatam
Al Qur’an, selalu bersikap tertib dalam berdoa, membantu temannya yang
jatuh, bersedekah, menyelesaikan tugas tepat waktu dan lain-lain, maka pihak
sekolah dan orang tua akan memberikan penghargaan kepada anaknya, selain itu peran
guru kelasnya adalah dengan menunjuknya sebagai murid teladan di kelas. Kartu
ini akan terus direkapitulasi paling lama tiga bulan sekali, sebagai bentuk
kontrol internal dan eksternal kepada siswa. Di sekolah, siswa dikontrol oleh
gurunya, dan di rumah siswa dikontrol oleh kedua orang tuanya, sebuah bentuk
kerjasama yang indah yang dijembatani oleh penerapan kartu cerdas ini.
Peran kerjasama yang erat
antara guru dan orang tua dalam rangka membangun karakter jujur ini semakin
terlihat jelas ketika program kartu cerdas ini dijalankan dengan komitmen yang
tinggi secara kontinu dan konsisten oleh kedua belah pihak. Karena para siswa
menjadi semangat dan saling berlomba dalam berbuat kebajikan dimanapun mereka
berada. Semuanya diinventaris secara rutin oleh siswa-siswa, yang dipantau secara kontinu oleh guru kelasnya.
Kejujuran mereka diuji, diasah dan dibina setiap hari melalui
pembiasaan-pembiasaan yang baik yang mereka tulis sendiri melalui kartu cerdasnya.
Jika mereka melakukan kebiasaan baik seperti bersedekah pada hari itu, maka
mereka akan menuliskan perbuatannya di kartu hijau. Setelah tiga bulan kartu
hijau direkapiltuasi, jika ada tindakan baik yang menonjol yang telah mereka
lakukan, seperti Qatam Al Qur’an, guru kelas akan menfasilitasi dengan
menghimbau para orang tua untuk memberikan penghargaan atas prestasi perbuatan mereka.
Sedangkan, jika kartu hijau siswa banyak terisi penuh, maka siswa tersebut berhak
mendapat nilai A untuk sikap spiritual dan sosialnya, yang dituliskan dalam
Rapor.
Sebaliknya, jika mereka
melanggar peraturan sekolah, seperti mencontek saat ujian, lalai mengerjakan
tugas sekolah atau terlambat sholat ke Masjid, maka mereka harus bertanggung
jawab dengan menuliskannya di kartu kuning atau merah. Jika pelanggaran yang
dilakukan siswa tergolong berat, seperti mencontek, maka siswa secara sportif wajib
menuliskan kesalahannya pada kartu merah, dan guru segera melakukan tindakan
disiplin dengan memanggil orang tua siswa, dan siswa tersebut tidak berhak lagi
memperoleh nilai A di Rapor pada aspek sikap spiritual dan sosialnya. Sehingga,
terjalin kerjasama yang baik antara pihak sekolah, guru dan orang tua dalam
membentuk anak-anak yang berkarakter baik. Semoga kebiasaan yang berlandaskan
kejujuran ini akan terus berlanjut hingga menjadi habit yang baik, sebagai
sarana bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan sikap karakter jujur mereka,
yang kelak menjadi bekal bagi mereka hingga dewasa.
Ditulis
oleh : Delta Nia, S.Pd, M.Pd
Guru
SDIT Al Ittihad Rumbai
Komentar
Posting Komentar