Langsung ke konten utama

 





GHANIYAH SAHABATKU

Oleh: Delta Nia

Bulan Ramadan telah tiba. Rianda, siswa kelas 5 Sekolah Dasar Al-Ittihad mengamati kalender yang ada di hadapannya. “Subhannallah, nggak terasa, udah masuk bulan Ramadan ya,” gumannya dalam hati. Hampir 2 bulan, Rianda dan teman-teman tidak bersekolah. Wabah penyakit yang bernama Covid-19 memaksa mereka untuk tetap berada di rumah, tujuannya untuk mengurangi penularan penyakit ini. Kabarnya sesuai himbauan WHO dan pemerintah Indonesia 

Awalnya Rianda tidak mengerti, karena terakhir sekolah, Bapak kepala sekolah mengumpulkan anak-anak di lapangan, dan membacakan surat pengumuman dari Kepala Diknas Kota Pekanbaru. Isi pengumuman tentang libur sekolah, ada musibah global, yaitu penyebaran virus saluran pernapasan yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Beberapa teman Rianda menyambutnya dengan suka cita. Namun hati kecilnya berontak, karena mendadak sekali. Sebenarnya Rianda suka bersekolah. Ia bisa bermain dan bersenda gurau bersama teman-teman. Belajar bersama dan sholat berjamaah di masjid. Namun apa daya, manusia hanya bisa berencana, Allah Azza wa Jalla jualah yang menentukan segalanya. Kejadian yang tidak pernah terpikirkan oleh Rianda sebelumnya.

Membaca satu demi satu tanggal di kalender yang ada di depannya, sekolah sudah memasuki hari ke-35 libur Covid-19. Untunglah, Rianda dan teman-teman masih bisa belajar melalui video converence menggunakan aplikasi Google Meet. Pembelajaran diganti dengan system daring, otomatis Rianda sering menggunakan laptop saat pembelajaran berlangsung. Ustad dan ustadzah rutin membimbing dan memantau anak-anak melalui WA dan Google Meet. Sehingga pembelajaran bisa tuntas sesuai jadwal yang ada di kalender pendidikan.

Sekarang Rianda sudah bisa mengoperasikan laptop. Sebulan terakhir ini ia menemukan teman baru. Teman barunya bukan warga negara Indonesia, namun dari Palestina. Om Bens yang mempertemukan Rianda dengan Ghaniyah si gadis Palestina yang cantik. Rianda pernah melihat foto Ghaniyah di Instagram, dikirim om Bens saat beliau berada di Palestina dalam rangka mengirim bantuan. Om Bens berfoto dengan anak-anak Palestina yang bersahaja, Ghaniyah sedang mengenakan selendang motif  kotak berdiri di antara mereka. Secara rutin,  satu pekan sekali Rianda selalu menerima surat elektronik dari Ghaniyah yang dikirimkan om Bens.

Permulaan Rianda mengenal Ghaniyah, peran om Bens sangat besar mempertemukan mereka berdua. Om Bens adalah adik ayah Rianda yang kebetulan menjadi relawan ACT, yaitu sebuah Organisasi Kemanusiaan Indonesia khusus untuk menolong anak-anak Palestina. Demikian awal mula Rianda menulis surat untuk sahabat barunya itu. Om Bens memilih Ghaniyah, karakternya cocok dengan Rianda, suka menulis dan bercerita. Senangnya hati Rianda, karena mendapat teman baru dari Palestina. Rianda pun menuliskan surat untuknya.

“ Assalamualaikum Ghaniyah.”

Apa kabarmu hari ini sahabatku? Saya mengenalmu dari Om Bens relawan ACT warga negara Indonesia. Kebetulan beliau om saya. Tentu kamu mengenalnya juga yaa. Sangat senang bisa bertemu denganmu Ghaniyah, walau melalui surat ini. Saya doakan, kamu baik-baik saja, mengingat begitu banyaknya liku-liku kehidupanmu di sana. Saya berharap kamu masih memiliki semangat hidup Ghaniyah. Allah menyayangimu dan keluargamu. Salam dari kami di Indonesia, dari kedua orang tua dan adik saya Tomi. Senang bisa mengenalmu.

Wassallam

Sahabatmu

Rianda 

Surat pertama Rianda diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab untuk Ghaniyah. Demikian juga sebaliknya, surat Ghaniyah dengan sukarela diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Om Bens. MasyaAllah, hebat ya om Bens, menguasai bahasa Arab dengan baik, karena sering berkomunikasi dengan warga Palestina. Hari ini surat Ghaniyah baru tiba, Rianda membacanya.

“Assalamualaikum Rianda, sahabat dari Indonesia.

Senang bisa mengenalmu juga Rianda. Om Bens sangat baik. Saya mengenalnya saat mengantar bantuan ke kota kami membawa makanan, pakaian dan obat-obatan. Kata om Bens, Kamu sedang membutuhkan teman untuk berbagi cerita. Kamu sudah kelas 5 tingkat sekolah dasar di Indonesia, dan usiamu 10 tahun. Benarkah Rianda? Saya juga 10 tahun Rianda! Sama denganmu. Om Bens menjelaskan segalanya tentangmu. 

Alhamdulillah, saat saya menulis surat ini, saya dan keluarga masih dalam keadaan aman dan sehat. Saya memiliki 2 orang adik laki-laki yang masih kecil. Mereka bernama Zaid dan Abdullah.  Kami tidak sekolah sepertimu Rianda. Kegiatan kami sering diisi dengan menghafal Al-Qur’an. Doakan negeri kami ya Rianda. Semoga Allah segera memberikan kemerdekaan untuk bangsa kami. Terbebas dari zionis penjajah, seperti negerimu Indonesia.”

Wassallam

Sahabat barumu

Ghaniyah 

Rianda terharu membaca surat Ghaniyah. Butiran bening jatuh di pipinya yang putih. Mengingat hal itu, Rianda segera membaca  Al-Fatihah. Hari ini pekan ke-4 bulan April, Rianda mengirimkan surat kembali.

“Dear Ghaniyah sahabatku.

Assalamualaikum. Apa kabar sahabat baikku? Semoga dirimu dan keluarga selalu dalam lindungan Allah Azza wa Jalla. Alhamdulillah, terimakasih Ghaniyah, saya sudah menerima balasan surat darimu. Bahagia mendengar kabar bahwa keluargamu baik-baik saja. InsyaAllah saya selalu berdoa untukmu Ghaniyah. Hari ini saya belum masuk sekolah. Sudah mulai memasuki bulan Ramadan. Setiap hari kami disuruh tetap tinggal di rumah. Indonesia masih berjuang, kami juga berperang Ghaniyah, melawan Covid-19, dan berusaha berdamai dengannya, itulah istilah pemerintah kami. Semakin lama bertambah banyak pasien yang sakit karena Covid, itu yang kami lihat di berita Indonesia. Oleh sebab itu kami belum diperbolehkan kembali ke sekolah. 

Ghaniyah, bulan Ramadan ini InsyaAllah saya bertekad mengkhatamkan bacaan Al- Qur’an, agar Allah memberi saya pahala. Saya ingin seperti dirimu, dekat dengan Al-Qur’an.

Ghaniyah, saya ingin mendengar lagi cerita darimu. Setiap malam, saya selalu berdoa, semoga om Bens, kamu, keluargamu dan anak-anak Palestina yang lain diberi pahala yang berlimpah dari Allah, dan selalu dalam lindungan-Nya.”

Wassallam

Sahabatmu dari Indonesia

Rianda 

Rianda berhenti sejenak. Setiap kalimat yang ditulisnya untuk Ghaniyah, hatinya selalu menangis. Rianda sedih. Karena ada sahabat terbaiknya sedang berjuang keras untuk hidup di negeri yang masih terjajah. Rasa was-was dan khawatir kadang menerpa. Namun cepat ditepisnya, mengingat karunia Allah Azza wa Jalla. Hatinya pun tenang. Tak henti ia memohon kepada Allah, agar memberikan kemudahan dan ketabahan untuk sahabatnya Ghaniyah dan anak-anak Palestina. Ujian yang mereka lewati jauh lebih berat daripada saya di sini, pikir Rianda terharu. Itulah yang membuat Rianda kuat dan tidak bosan harus berada di rumah. 

Terdengar dari arah dapur, suara ibu memanggil, “Rianda, ke sini sebentar nak.” “Baik ibu,” jawab Rianda lembut menyusul ibu. “Rianda, tadi malam ibu dapat telepon dari om Bens. Ini jadwal om Bens kembali berangkat menuju Palestina. Karena bantuan Ramadan dan hari Raya untuk anak-anak Palestina sudah banyak terkumpul. Apakah kamu mau menitipkan sesuatu untuk Ghaniyah?”. Tanya ibu dengan senyum simpulnya yang manis. Ibu dan ayah sangat senang melihat Rianda bisa berteman dengan anak-anak Palestina. Apalagi mereka anak-anak yang baik dan sholeha, Ayah, ibu dan Rianda sering mendengar kisah mereka dari om Bens dan postingan berita di media sosial. 

“Tentu saja bu. Selain surat, saya mau memberikan semua tas, baju, sepatu, perlengkapan sekolah yang ibu dan ayah belikan kemarin untuk Lebaran dan sekolah,  supaya bisa diserahkan ke Ghaniyah. Saya ikhlas bu. Karena lebaran tahun ini saya belum membutuhkannya. Ghaniyah dan teman-teman di sana lebih membutuhkan. Bukankah lebaran tahun ini kita  harus di rumah saja bu?,” sahut Rianda lirih. “MasyaAllah Rianda. Ibu sangat terharu, hatimu mulia sekali, semoga Allah membalas amalan kebaikanmu nak. Rasa empatimu sangat tinggi terhadap sahabat barumu itu. Ibu sangat mendukung niat baik ini. InsyaAllah ibu dan ayah juga akan memberikan tambahan dana untuk mereka.,” jawab ibu sambil memeluk Rianda dengan rasa haru yang bergejolak. “Iya ibu,” sahut Rianda pelan.

Surat Ghaniyah berikutnya, pekan pertama bulan Mei.

“Assalamualaikum sahabat baikku dari negeri Indonesia.

Dear Rianda.

Alhamdulillah, saya dan adik-adik dalam keadaan baik, senang dan bahagia mendengar tekadmu untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan yang mulia ini. Semoga Allah memberimu kemudahan Rianda. Hari ini saya dan adik-adik sudah menambah hafalan lagi. Saya berhasil menuntaskan hafalan 30 juz yang sempat tertunda karena mengungsi. Kedua adik saya juga sudah menambah hafalannya 15 Juz. Semoga  Allah merahmati.

Rianda sahabatku, kemarin sore, kami mendengar ada ledakan lagi. Suara dentumannya sangat dekat di sekitar kami. Saya dan adik-adik dibantu oleh tim relawan Indonesia bersembunyi mencari tempat yang aman.  Kami masih takut untuk kembali ke rumah. Namun, saya belum berjumpa dengan ayah dan ibu. Kami terpisah saat tentara zionis datang mengepung kota kami. Ayah menyuruh kami lari sejauh-jauhnya dan sejak saat itu kami tidak pernah melihat ayah dan ibu.

Hmm, jangan khawatir Rianda, Insyaallah kami masih kuat. Ini sudah biasa kami alami. Kami yakin, ada Allah bersama kami. Mungkin Allah lebih sayang ayah dan ibu, jikapun mereka meninggal, semoga mereka pergi dengan syahid, ayah dan ibu pernah mengatakan bahwa orang yang berjuang karena Allah, insyaAllah masuk syurga. Itu juga yang disampaikan ayah sebelum berpisah. Sekarang kewajiban saya menjaga adik-adik, semoga Allah beri kekuatan.”

Rianda berhenti sejenak, perlahan disekanya butiran air mata yang jatuh di pipi.  Surat dari Ghaniyah yang baru tiba pekan pertama bulan Mei ini membuat hatinya berguncang. Ghaniyah dan adik-adiknya menyambut Ramadan tanpa kehadiran ayah dan ibu. Ditambah lagi dengan suasana perang yang mencekam. Sambil berlari kecil, Rianda memeluk ibu dan ayah yang sedang berada di ruang tengah. Agak kaget, ibu menyambut pelukan hangatnya, matanya sembab dan berkaca. “Ada apa nak? O iya Rianda, kiriman paket kita untuk teman-temanmu di Palestina sudah dibawa om Bens hari Senin pekan lalu. Insyaallah, om Bens berangkat ke Jakarta keesokan paginya. Malam hari lanjut ke Palestina. Doakan mereka ya nak. Semoga lancar di perjalanan dan dalam lindungan Allah,” kata ibu sambil memeluk erat Rianda untuk menghiburnya. “Ibu, barusan Rianda membaca surat dari Ghaniyah. Sudah dikirim om Bens melalui email barusan. Kasihan mereka ya bu. Seandainya mereka bisa dibawa ke Indonesia. Apakah ibu dan ayah mau mengadopsi mereka sebagai anak?,” sahut Rianda tanpa terduga. 

Ibu dan ayah kaget mendengar permintaan Rianda. Perlahan ayah mendekati putrinya, seraya menatap wajah anaknya yang diliputi duka dan khawatir. “Tenang Rianda manis. Nggak mudah bisa membawa mereka ke sini nak. Dulu pernah kami usahakan, namun persyaratan yang harus dipenuhi sangat banyak. Om Bens sudah menjelaskan pada ayah dan ibu, bahwa mengadopsi anak-anak dari Palestina harus melalui prosedur yang sangat ketat sehingga memakan waktu lama. Ria bisa memakluminya kan. Saat ini usaha terbaik yang bisa kita lakukan adalah membantu meringankan beban mereka dengan berbagi, bagaimana menyenangkan hati mereka, dan selalu menyertakan doa-doa terindah untuk kebahagiaan mereka,” tutur ayah menjelaskan sambil mengusap kepala putrinya. Rianda mengangguk kecil tersenyum sumringah. Mata kecilnya memandang ayah dan ibu, dalam hati dibacanya kembali surat Al-Fatihah.

Balasan surat Rianda untuk Ghaniyah pekan pertama bulan Mei.

“Assalamualaikum Ghaniyah, sahabat terbaikku.

Senang dan bahagia menerima balasan surat darimu. Turut berduka atas apa yang telah menimpa kedua orang tuamu. Namun jangan putus asa ya Ghaniyah. Tetaplah berdiri tegak dan semangat. Lanjutkan perjuanganmu mempertahankan tanah air kelahiranmu Palestina. Yakinlah Ghaniyah, apapun yang terjadi, Allah pasti lebih menyayangimu dari pada kami, karena usaha-usaha yang telah engkau lakukan di tengah hampanya kedamaian. Sementara saya  di Indonesia, dengan virus Corona saja, membuat kami cemas dan khawatir. Sebenarnya saya malu mengutarakan hal ini padamu Ghaniyah. Engkau sahabatku yang paling tangguh. Saya  banyak belajar dari dirimu. Terimakasih atas pelajaran berharga untuk tetap tersenyum dalam situasi apapun. Dan MasyaAllah, hafalanmu sungguh luar biasa Ghaniyah. Barokallah fiik kum untuk keluargamu. 

Ghaniyah sahabatku, jangan pernah bosan untuk terus bercerita dan mengabari keadaanmu ya.  Maafkan kami belum bisa membantu lebih banyak lagi. Salam dari kami; ayah, ibu dan adik saya Tomi untuk teman-teman di sana. Selamat menunaikan ibadah puasa Ghaniyah. Semoga Allah selalu menjagamu. Aamiiin…

Wassallam

Sahabatmu

Rianda 

Di pekan ke-tiga bulan Mei tepatnya hari Sabtu, baru Rianda menerima balasaan surat dari Ghaniyah. 

“Assalamualaikum Rianda sahabat dari Indonesia.

Ini pekan ke-3 kami menunaikan ibadah puasa Ramadan. Alhamdulillah Rianda, begitu banyak dermawan di kota kami. Kami dikumpulkan di lapangan luas dekat taman kota. Karena kami akan memperoleh bantuan dari rombongan Arman Palestin, Malaysia. Mereka menyerahkan bingkisan aneka makanan dan minuman. Membuat saya, adik-adik dan beberapa teman-teman yang lain tak sanggup menyembunyikan kebahagiaan. Senyum terindah kami berikan untuk menyambut mereka. Allah mengirimkan begitu banyak bantuan di bulan Ramadan tahun ini Rianda. Allahu Akbar! Saya gembira Rianda, saya berharap kamu juga merasakan hal yang sama yang saya rasakan saat ini. 

Namun hal terbesar yang tidak pernah saya duga, saya mendapat kabar bahwa om Bens akan datang kembali menjenguk kami. Benarkah itu Rianda? Om Bens dari Indonesia akan datang menjelang hari raya Idul Fitri. Saya dan teman-teman sudah tidak sabar menantikan kunjungan om Bens dan teman-teman beliau. Tahukah Rianda, ada ribuan anak-anak Palestina lainnya juga sudah menanti kedatangan om Bens dan tim beliau. MasyaAllah, ini hari yang paling menyenangkan bagi kami Rianda. Kabar gembira yang telah lama kami impikan, 

Salam terindah dari kami, untuk teman-teman Indonesia yang baik hati…

Wassallam

Ghaniyah. 

Pertama kalinya sejak berkomunikasi dengan Ghaniyah melalui surel, Rianda merasa tenang dan bahagia membaca surat Ghaniyah. Senyum indah terukir di wajahnya. Mata kecilnya berbinar. Dengan rasa syukur mendalam, Rianda berdoa kepada Allah. Terimakasih ya Allah, atas karunia-Mu yang luar biasa ini, guman Rianda pelan.

Pekan ke-4 bulan Mei Rianda mulai sibuk dengan aktivitas di rumah, membantu ibu menyambut Idul Fitri.  Sepuluh  malam terakhir bulan Ramadan Rianda dan keluarga juga sibuk menunaikan ibadah-ibadah Sunnah, mengejar bacaan Al-Qur’annya yang tertinggal agar segera katham di bulan suci yang mulia ini. 

Alhamdulillah, dengan keistiqomahan, akhirnya Rianda mampu menyelesaikan bacaan Al-Qur’annya di hari ke-28 bulan Ramadan. Rianda bersemangat ingin segera mengabarkan hal tersebut kepada Ghaniyah. Subhannallah, bagaimana kabar Ghaniyah pekan ini ya? Tanya Rianda dalam hati. Hmm, Rianda ingat, Insyaallah, tak lama lagi saat Idul Fitri Ghaniyah akan menyuratinya. Rianda menanti berita dari Ghaniyah dengan hati berdebar, karena sebentar lagi umat muslim di dunia akan merayakan hari kemenangan, termasuk Ghaniyah sahabatnya dari Palestina. Hari raya adalah hari kebahagiaan bagi anak-anak seperti kami, pikir Rianda senang. Rianda juga sangat rindu, ingin mendengar berita tentang om Bens. Ya Allah, semoga om Bens baik-baik saja, dan urusannya dimudahkan Allah selama memberi bantuan ke Palestina. Tentu Ghaniyah sangat senang bisa bertemu kembali dengan om Bens dan tim relawan lainnya dari Indonesia.

Allahu akbar…Allahu Akbar….Allahu Akbar…suara takbir terdengar di kegelapan malam. Setelah sholat Isya, suara takbir semakin menggema. Ada rasa haru menyelinap di relung hati Rianda. Karena Idul Fitri tahun ini terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Rasa sepi menyelinap dalam hati sanubari. Semua warga Indonesia diminta tetap berada di rumah, stay at home, menjaga jarak, physical distancing, dan menunaikan sholat Id di rumah saja, termasuk keluarga Rianda, walaupun ada beberapa warga yang menyelenggarakan sholat Id di lapangan. 

Selesai menunaikan sholat Idul fitri, menyalami ibu, ayah dan Tomi, Rianda menerima telepon dari om Bens. Puji syukur, om Bens dan teman-teman relawan ACT telah tiba dengan selamat di kota Gaza Palestina. Om Bens mengirimkan surat panjang dari Ghaniyah. Betapa senang hati Rianda. Tak sabar Rianda membacanya.

“Assalamualaikum sahabat terbaikku Rianda.

Taqobballallahu minna wa minkum, selamat Idul fitri! Barokallah fiik kum, senang mendengat kabar darimu telah berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadan ini!

Rindu ingin bercerita kembali denganmu, Rianda. Semoga dirimu dan keluarga selalu sehat. Alhamdulillah, kami di sini dalam keadaan baik, begitu juga dengan adik dan teman-teman kami lainnya. Tahukah Rianda, sehari menjelang lebaran, kami dikunjungi tamu istimewa. Ayah dan ibu kami kembali ke rumah! Alhamdulillah, mereka sehat dan dalam keadaan baik. Namun kaki ayah cedera, sehingga beliau berjalan menggunakan tongkat. Kami bisa berkumpul kembali. Hadiah lebaran dari Allah yang sangat indah Rianda!

Dan saat gema takbir berkumandang, kami sekeluarga turut menyambut kedatangan tamu istimewa lainnya. Yaitu om Bens dan beberapa orang tim relawan ACT dari Indonesia! Kebahagiaan kami membuncah Rianda, sulit bagi saya melukiskannya dengan kata-kata. Sejak malam takbiran, kemudian hari Idul Fitri tiba, lebaran di Gaza diwarnai dengan kesederhanaan. Drum-drum plastik bekas berwarna biru, diubah sedemikian rupa menjadi kereta mainan, dinaiki belasan anak-anak Gaza di sebuah taman yang ramai. Kami mendapat baju baru dari Indonesia. Terimakasih Rianda, saya terharu menerima hadiah darimu. Kebahagiaan lain datang dari lorong-lorong kecil sebuah pasar di sudut kota Gaza. Sehari sebelum malam takbiran kemarin, om Bens dan teman-teman relawan ACT menggandeng puluhan anak-anak, pelesir menuju pasar. MasyaAllah, ada berbagai hadiah istimewa dari masyarakat dan anak-anak Indonesia untuk kami. Teman-teman kami bebas memilih apa saja yang mereka butuhkan. Tahukah Rianda, sepatu dan tas baru menjadi incaran anak-anak yang bakal masuk kelas dan sekolah baru setelah lebaran nanti, he..he…lucunya mereka Rianda. Anak-anak kecil Palestina sangat senang dan gembira. Apalagi diri saya dan adik-adik, karena memperoleh hadiah spesial dari keluarga Rianda yang berhati mulia. Tabarokallah fiikum Rianda. Hati kami bahagia di hari yang Fitri ini. O ya Rianda, kami juga berdoa semoga Negerimu Indonesia mampu menang melawan Covid-19. Dan turut merasakan kebahagiaan Idul Fitri seperti yang kami rasakan saat ini. 

Wassallam

Kami yang berbahagia

Ghaniyah, Zaid dan Abdullah.

Rianda tersenyum membaca surat Ghaniyah, air matanya menetes tak mampu dibendung. Air mata kebahagiaan karena haru. Alhamdulillah, bahagianya bisa membuat mereka bahagia, pikir Rianda sendu. Pandangannya menerawang, seolah Ghaniyah berada di hadapannya, Riandapun berdoa, “Selamat Idul Fitri, taqobballallahu minna wa minkum Ghaniyah  sahabatku. Bahagiamu sungguh sederhana. Semoga Allah Azza wa Jalla merahmati negerimu, aamiiin.”




Komentar

  1. Slot Machines - Lucky Club Casino
    › slot-machines › slot-machines Are you searching for Slot Machines? You are in luck, and lucky club has found a brand new slot luckyclub.live machine! Come join the fun with the best game.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Artikel Pendidikan

KURIKULUM 2013 MENDORONG GURU UNTUK KREATIF DALAM MENGHIAS KELAS Oleh: Delta Nia Guru Kelas  di SDIT Al Ittihad Rumbai             Kelas yang indah dan nyaman adalah idaman bagi setiap guru dan siswa. Bahkan orangtua maupun wali muridpun tentu akan senang dan bahagia jika anak-anaknya berada di kelas yang nyaman, bersih dan indah. Kelas yang indah dan bersih tentulah sangat dibutuhkan, apalagi bagi guru-guru kelas yang terlibat di dalamnya. Kadangkala, sebuah kelas yang nyaman, tidak terlepas pengaruhnya dari campur tangan guru kelasnya. Guru kelas yang kreatif dan inovatif senantiasa berusaha mencari solusi apa saja, dan bagaimana caranya supaya dapat menciptakan sebuah kelas yang nyaman, yang tentu saja disukai oleh siswa-siswanya.             Munculnya kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013, telah mendorong para guru untuk mulai memikirkan cara pengaplikasiannya dan penerapannya di kelas. Kurikulum ini menempatkan hasil karya siswa sebagai salah satu komponen yang h

KPI SEKOLAH

Apakah itu KPI? Dalam sebuah lembaga pendidikan atau sekolah di Indonesia, barangkali KPI adalah sebuah istilah yang belum begitu popular. KPI adalah Key Performance Index , yaitu sebuah sistim yang sistematik untuk mencapai tujuan atau prestasi yang terukur yang bertujuan melihat kinerja seseorang atau organisasi dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Bagi sebuah sekolah atau lembaga pendidikan KPI menjadi ukuran untuk menentukan hasil dan tujuan dalam mencapai visi dan misi sekolah. Langkah sistematik dalam sebuah KPI dimulai pertama-tama dengan mereview kembali masalah yang terjadi melihat dari data-data. Selanjutnya mencari dan menetapkan masalah berdasarkan prioritas. Menganalisa masing-masing masalah dengan RCA (root cause analize) menggunakan 5W atau why-why analisis. Setelah masalah ditemukan baru kita dapat menentukan cara penyelesaiannya. Selanjutnya dilaksanakan dengan hasil berupa target dan tujuan yang dapat diukur. Tujuan dari KPI bagi sekolah atau lem